Di tengah hiruk pikuk aktivitas belajar dan praktik di SMK Mamba’ul Ihsan, berdiri sebuah bangunan sederhana namun sarat makna: mushola kayu yang menjadi saksi perjalanan spiritual para siswa, guru, dan warga sekolah.
Musholla ini bukanlah bangunan megah berhiaskan marmer atau kubah besar, melainkan rumah ibadah yang dibangun dengan kayu-kayu pilihan, dirakit penuh kesungguhan dan keikhlasan oleh para pendiri sekolah dan warga sekitar. Meski sederhana, nuansa hangat dan alami dari dinding kayu serta atap genteng membuat siapa pun yang singgah merasakan ketenangan dan kedekatan dengan alam.
Di masa awal berdirinya SMK Mamba’ul Ihsan, musholla ini menjadi pusat kegiatan spiritual. Shalat berjamaah, dzikir pagi, hingga kajian rutin selepas belajar dilakukan di sini. Para siswa belajar tak hanya dari buku, tapi juga dari suasana hening yang membentuk karakter dan menumbuhkan nilai-nilai islami dalam keseharian mereka.
Lantai kayu yang berderit pelan setiap kali diinjak seakan menjadi suara hati yang mengajak untuk merenung. Jendela-jendela kecil yang terbuka membiarkan cahaya matahari menyelinap masuk, memperindah suasana saat shalat dhuha atau membaca Al-Qur’an. Di sinilah nilai-nilai keikhlasan, kesederhanaan, dan kebersamaan tumbuh subur.
Kini, meski sekolah mulai berkembang dengan fasilitas yang lebih modern, musholla kayu itu tetap dijaga dan dirawat. Bagi banyak alumni, musholla ini bukan sekadar tempat ibadah, tapi juga ruang kenangan. Tempat mereka menangis dalam doa, bersujud penuh harap, atau sekadar diam merenung di sela pelajaran.
Musholla kayu di SMK Mamba’ul Ihsan adalah simbol bahwa keberkahan tak selalu hadir dari kemewahan. Justru dari kesederhanaan itulah tumbuh kekuatan spiritual yang membentuk generasi berakhlak dan berilmu.